Andai Saja Alam dan Orang Utan Bisa Bicara

Sadar atau tidak alam mulai tidak bersahabat dengan kita. Seakan-akan alam ingin menunjukkan kepada kita, bagaimana ia berbicara. Alam sudah mulai berbicara di negeri ini dan kita hanya bisa mengelus dada tanda pasrah kepada alam, ketika ia menampakkan amarahnya di berbagai tempat dengan bencana yang tidak bisa kita terka kedatangannya. Padahal alam sebenarnya merupakan sahabat kita. Sahabat yang selama ini tidak kita pedulikan. Bahkan alam menjadi sahabat yang tidak lagi kita indahkan, kita campakkan begitu saja dengan dalih kesejahteraan untuk umat manusia. 

Kita tebang hutan dimana-mana, kita gali bumi sesuka hati diberbagai tempat, kita cemari sungai dengan berbagai dalih alasan, lalu kita lupa bahwa alam juga bisa berbicara. Namun berbicaranya alam tidaklah seramah yang kita bayangkan. Alam berbicara dengan bencananya. Alam berbicara yang sebenarnya kepada kita, menunjukkan kepada kita semua akan ketidaksenangannya terhadap tingkah laku kita yang tidak lagi memperdulikan kelestariannya. 

Lalu masihkah kita semua tidak ingin kembali bersahabat dengan alam ? Lalu apa yang seharusnya kita lakukan sehingga alam kembali bersahabat dengan kita? 

Era hijau dan era gersang
Era hijau merupakan era dimana kita masih menjadi sahabat terbaik alam. Kita masih memperhatikan dan menjaga kelestariannya sehingga kita mendapatkan sapaan yang bersahabat dari alam. Alam begitu terasa dekat dengan kita dan kita merasakan manfaat yang sangat besar dari apa yang alam berikan kepada kita.

Era hijau mungkin sudah lama kita tinggalkan. Era hijau merupakan suasana dimana kita tetap menjaga alam, besinergi dengan alam dan menyatu dengan alam.Era hijau ini merupakan era dimana hutan tetap menjadi penyeimbang alam, menjaga kestabilan iklim dan menjadi sumber resapan air no satu. Era hijau merupakan era dimana kita masih menjadi sahabat terbaik alam. Kita masih memperhatikan dan menjaga kelestariannya sehingga kita mendapatkan sapaan yang bersahabat dari alam. 

Menjaga keutuhan hutan, menjaga kebersihan aliran sungai dan menjaga kebersihan daerah daratan. Alam begitu terasa dekat dengan kita dan kita merasakan manfaat yang sangat besar dari apa yang alam berikan kepada kita. Akan tetapi era hijau ini terjadi sekitar tahun 1950 yang lalu. Bukan hari ini,Berikut gambaran salah satu kawasan di Indonesia yang dulunya sebagai paru-paru indonesia dan kini kondisinya menjadi sungguh memprihatinkan.

Alam mulai goyah
Ketika alam sudah tidak lagi diperhatikan, kelangsungan sebuah mata rantai tidak lagi di indahkan, maka alam akan benar-benar mulai goyah. Lihatlah bagaimana alam berbicara kepada kita saat ini. Bencana dimana-mana.
Berikut tanda-tanda alam mulai goyah :
1. Terjadinya banyak tanah lonsor diberbagai tempat
2. Terjadinya banjir dimana-mana
3. Iklim yang tidak menentu
4. Timbulnya badai diberbagai tempat
5. Terik matahari yang menghawatirkan
6. Timbulnya berbagai badai tropis yang tiba-tiba


Jika Saja Orang Hutan Dapat Bicara
Komhukum (Palangka Raya)-Manakala berbagai makhluk Tuhan dapat berbicara seperti pada masa Nabi Sulaiman AS, kemungkinan mereka akan mengatakan,"kami ini sama seperti manusia dan memerlukan hidup layak bersama keluarga. Jangan ganggu habitat kami, tempat hidup mencari makan untuk keluarga kami di alam semesta," Kemungkinan juga mereka akan berkata, termasuk orangutan, bahwa makhluk Tuhan itu tidak berbeda dengan manusia dan meminta tetap bebas di alam terbuka tanpa terganggu habibatnya. Manusia tidak dilarang menguasai alam sesuai aturan dan ajaran serta sesuai hati nurani tanpa mengesampingkan makhluk lainnya.
Namun kini, berbagai makhluk Tuhan selain manusia tidak bisa bicara. Mereka hanya bisa menuruti dan pasrah terhadap apa yang dilakukan manusia. Mereka harus menerima kodrat dan kenyataan yang dilakukan manusia. Ditangkap dan dimasukkan dalam tempat tertentu seperti sangkar untuk dipelihara, mereka harus menerima kenyataan.

Makhluk selain manusia terpaksa menerima tanpa demonstrasi. Mereka terkadang kurang mengerti perlakuan manusia yang sering menyakiti makhluk lainnya, termasuk orangutan. Orangutan tidak berdaya menghadapi manusia yang "haus" akan kehidupan dunia tanpa memikirkan keselamatan alam sekitarnya.

Ketidakberdayaan mereka melawan perlakuan manusia yang sering berlaku tidak adil dan "merampas kemerdekaannya" membuat satwa langka pasrah, termasuk orangutan yang ada di Kalimantan Tengah (Kalteng). Satwa langka yang dilindungi itu terpaksa mengikuti perlakuan manusia yang menangkap dan menjualnya ke luar negeri.

Jumlah orangutan di provinsi Kalteng menurut data dari Dinas Kehutanan tercatat 31.300 ekor. Ini perlu dijaga dan dipelihara agar orangutan tetap hidup merdeka di habitatnya tanpa terusik, apalagi ditangkap dijual dan dibunuh seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

Kepala Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Achmad Zaini mengatakan, jumlah orangutan tersebut harus dijaga dan dipelihara sebagai upaya pelestarian satwa dilindungi sehingga dapat berkembangbiak di hutan Kalimantan. Jangan usik kehidupan mereka dan biarkan hidup layak di alam daerah ini.

"Ini penting dilakukan masyarakat agar orangutan tetap hidup dan tidak berkurang di hutan Kalimantan. Begitupun, kita yakin populasi orangutan pasti berkurang karena perubahan fungsi kawasan hutan menjadi pertanian dan perkebunan besar. Kita berharap keberadaan orangutan tetap dijaga dan dipelihara," katanya.

Selamatkan orangutan Sekitar 31.300 ekor orangutan yang diyakini masih hidup di hutan Kalimantan, namun bukan berarti tidak berkurang. Keberadaan orangutan di hutan semakin sulit mendapat makanan karena habibatnya berkurang setiap tahun akibat terbakar. Orangutan harus diselamatkan dalam kondisi apapun yang terjadi di daerah ini.

Hanya sebagian kecil orangutan yang berhasil diselamatkan masyarakat atau perusahaan yang menyerahkan ke BKSDA. Berdasarkan data tahun 2003-2008 berjumlah tercatat sekitar 287 orangutan yang berhasil diselamatkan. Dalam beberapa tahun terakhir belum diketahui tentang berapa jumlah orangutan di negeri ini.
No comments :

No comments :